Jumat, 29 Januari 2010

ketika aku mendapati iblis dalam cermin kamarku

ketika aku menikmati bluesku mengalun sunyi
hingga kini aku dapati kembali iblis dalam
malam ini sekarang kepalaku berat tak karuan.

Selasa, 26 Januari 2010

lintingan terakhir

saat bidang pandangku hanya layar monitor berwarna, sebuah televisi, kabel-kabel terserak acak dan menemui ujungnya pada tembok ruangan kamar.
aku lipatkan kaki, duduk sedikit menunduk terbenam dan bersilang kaki.
setelah baru tadi aku menggoda adik-adik kelasku dalam tugas menggambar mereka di kamar bawah.
meski seperti sedikit terpaksa, mereka memenuhi ajakan sang senior menemani santap makan dilarut malam barusan.
aku sedikit tertawa saja meresapinya.
kini temanku hanya lintingan tembakau terakhir yang siap untuk dibakar, segera menyala dan berasap.
berkali-kali pikiranku liar, meronta-ronta ke permukaan.
berkelana untuk sekedar mengingat halaman akhir pada episode tahun kemarin.
betapa aku menikmati touring-touring berscooterku, dan baru tersadar untuk tiap satu harinya aku keluarkan lembaran rupiah seharga satu knalpot.
ternyata setiap masa pergantian tahun kulewati dengan lebih dari 1000km, kawan !
berontak lagi pikiranku , beranak cabang menjalar, bercampur aduk dan kali ini muncul.
betapa aku begitu menghargai wanita, makhluk tuhan ini bukan hal sepele untuk dilihat sebelah mata.
hingga ingatlah aku pada ibuku juga kakak perempuanku.
dua wanita yang aku jamin, sumpah mengankat tangan memperlihatkan kelima ruas jariku seolah menyerah,
akan aku jaga harga diri mereka walau apapun terjadi didunia ini.
juga beberapa dan lain-lainnya atas makhluk berdasar wanita.
sedikit saja mengangkat wajah menatap layar televisi, isi kepala berkelana ke wilayah lain.
berita dikotak berjuta warna tersebut menggambarkan betapa dipertuhankan benda berlabel uang.
mengawang bayangan-bayangan wajah para pejuang yang selalu nampak dilembaran mata uang negara kami.
munkin sekarang rupiah lebih berharga dari apapun di dunia ini, lebih berharga dari nyawa kita bisa jadi.
membenamkan wajah, kini yang menggoda rekam jejak nostalgiaku dengan masa kecil dilayar komputer ini.
penuh warna dan aku tidak bisa menjabarkannya, masa kecilku yang biasa ku ringkas dengan satu kata, psikopat.
aku tersenyum geli.
teringat semua ini telah aku rangkum di buku gambar kecil saat aku menikmati menulis dengan itu saja disertai pensil.
ah, benar buku ini pemberian seseorang disana, dan aku hanyut mengingatnya.
semakin liar cairan kepala, terus bercabang, beribu-ribu dan menggumpal.
ingat kamu yang hilang, berkelahi harapan dan kenyataan, hitam.
ingat ini itu, dan hal yang tidak bisa tergapai hanya dalam angan.
sadar aku baru terbang, ku usap wajahku, dan menyebut sebisaku.
seperti semua di dunia ini, hanya ingin bahagia.
ketika bara api hampir menyambar salah satu jariku, tanda rokokku semakin memendek.
segera habis, menemui ajalnya dikaca asbak kamarku.
aku syukuri saja nikmat ini.
tidak ada yang spesial, meski hanya tembakau kering temanku sekarang.
malam ini aku ngebul nikmat, terimakasih tuhan.
mataku tanpa dikomando bergerak ke kanan bawah, pojok monitor.
memperlihatkan waktu yang tak lama ingin lagi begelap gulita.
kunci pintu dan tenggelam dalam selimut.
malam ini, dini hari lagi aku tidur.

gelap punyamu menyelimuti penat dengan gulitanya, jika terik matahari tidak menyurutkan hitam di esok hari, biarkan samar rembulan mengelus amarahnya dikemudian malam. lupakanlah ...




gilang, rabu 27 januari 04:17