Jumat, 25 April 2008

tak tahu arti

terbelalak, kita dianiaya.
aku muak, dirajam tak berdaya.
anjing-anjing laknat menyalak.
melontarkan air liur najis.

kini aku terprovokasi.
ini titik puncak eliminasi.
dikebiri aku tak berdaya.
aku meronta.

tak terperi aku menjerit.
menggema menggenggam langit.
hancur raga, kerdil melawan dunia.
hadapi berjuta cacian.

iblis tertawa, aku dibawa.
terhunus pedang murka.
aku menyelami luka.
memaki dimaki dan kembali memaki.

jalang, laknat, haram, bajingan!.
ada apa ini ?.
kemana kontrol itu ?.
hilang kendali, aku meradang.

satu untuk yang ini.
baru tadi aku tertawa.
menggema distorsi, tak terbatas.
dan sekarang semua berputar terbalik.

hingga satu kembali menyapa.
ini tipu daya, aku kembali tertawa.
kebodohan ini kemana-mana.
membanjiri dunia.

tetap tak bisa ku tebak,
tak bisa kuraba.
ingin, namun tak bisa.
hanya bisa mengikuti.

dimana lagi harus kucari ?.
akankah kembali kudapati ?.
mataku begitu mudah terpedaya.
dibawanya alam fikiran hingga merasuk kehati.

maaf, sumpah serapah ini tak pantas.
aku tak punya nyali juga tak memiliki.
begitu tak tahu arti.

kita dapat diselamatkan

tersenyumlah bagaikan masa silam
saat masa depan tak pernah terbayang
hilang dalam lamunan

tertawalah sebelum ditertawakan
semua ini hanyalah guyonan
samarkan kenyataan

sampaikan padanya
aku masih disini
mencair menikmati
tak akan pernah berlari
dari masa depan
dari kenyataan

alangkah indahnya asap ini
bagaikan cinta yang tak kumiliki
nikmati hembusan
dengarkan suara lensa kamar putih
tulangku terasa dingin dan ringkih
raga ini terasa melemah


sample:
"sebab di bawah kolong langit ini
tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia
yang oleh-Nya kita dapat diselamatkan"

kemana lagi aku harus bertanya ?

kemana gairah itu ?,
kemudian kita menjadi sepi oleh kreativitas.
terbelenggu takut, diikat pesimisme.
lalu tenggelam di sungai yang dangkal namun berarus deras.

kemana air mata itu ?.
tawa yang telah kita simpan,
kini kembali menyeruak.
bukankah ini belum waktunya ?, apa kita sekedar berimprovisasi ?.

kemana kesucian itu ?.
setelah sekian lama kita cari,
ditelan hegemoni bejat.
dan kita tak pernah tahu bisakah kita dapatkan lagi.

kemana semagat itu ?.
setan menelannya kemarin.
kemana kekeluargaan itu ?.
iblis ikut serta bersamanya, apakah kita telah diperbudak.

kemana kehalusan itu ?.
sumpah serapah menutupinya,
atau mungkin telah dibakar Tuhan.
diri-diri hilang kendali, lalu kapan kita maknai tahu diri ?.

kemana sakral itu ?.
malaikat menyembunyikannya.
kemana perasaan itu ?.
lembaran-lembaran kertas kecil dan pesan singkat menghilangkan itu semua.

kemana obsesi itu ?.
kita begitu optimis,
tapi tidak mau realistis.
mungkin kita harus belajar kembali mengenai resiko juga konsekuensi.

kemana ketulusan itu ?.
ah, aku sudah begitu muak dengan semua ini.
banyak orang bilang ini sudah berakhir, benarkah ?.

lalu,
apalagi yang harus kita lalui ?.
kemana kita harus berbagi ?.
pertanggung jawaban itu kita ajak berlari.
dan kemana lagi aku harus bertanya ?

Kamis, 17 April 2008

jalang

siapa yang berani bernyanyi,
nanti akan dikebiri.
siapa yang berani menari,
nanti akan dieksekusi.

karena mereka paling suci,
lalu mereka bilang kami jalang.
karena kami beda misi,
lalu mereka bilang kami jalang.

(efek rumah kaca)

dewan rakyat berlaku sebagai politisi moral.
tidak memproklamirkan diri,
tapi membungkam mulut para biduan seni.
tak ingin dihakimi juga enggan berintrospeksi.
siapa yang lebih jalang ?.

memberi suri tauladan berdasarkan kepentingan sesat.
dasar kalian laknat!
berteriak lantang tapi berlaku tidak perduli.
mengesampingkan misi, lalu mengumbar juta demi juta.
walau orang lain berlinang air mata.
siapa yang lebih jalang ?.


apa yang kalian punya selain institusi dan kekuasaan ?.
tak tahu sudut pandang juga tak punya dasar.
lalu membungkam banyak insan di luar sana.
hingga kreativitas dinilai sampah, dan kejujuran dihargai barang murahan.

semoga kalian lekas sadar,
wahai para mafia senayan!
kalian semua pecundang.

Rabu, 09 April 2008

bawa alat kumur masing-masing

tak berapa lama aku merasa seseorang dengan gagasan datang.
menenteng sebuah sikat dan wadah kumur.
setelah berbicara panjang lebar, lalu dia berkumur mencuci mulutnya setelah terlalu banyak dikotori idealisme.

lalu banyak orang datang.
sedekar melihat-lihat, atau turun tangan ikut berjibaku.
bersama-sama menikmati air kumuran itu.
hingga banyak orang kemudian saling berkumur dengan air kumur yang tak lain adalah bekas tersebut.

banyak mata kemudian terlena dengan pekatnya warna air kumur itu.
kembali berkumur, lalu membuangnya di wadah yang sama.
kemudian dinikmati orang lain setelahnya.
dan menjadi begitu pahit terlihat kini, lalu itu terjadi berulang-ulang.
dalam jangka waktu yang sangat panjang.

orang lain datang melakukan cara berbeda.
berkumur lalu membuang airnya.
banyak orang lalu kembali mengikuti yang ini.

juga ada orang yang setiap kali berkumur.
mengganti air kumur itu dengan air yang baru.
dapat kita tebak, lalu banyak orang kemudian mengikuti metode baru itu.

bukankah ini begitu menjemukan.
mengapa setiap orang tidak berkumur dengan kepunyaan masing-masing ?.
hingga setiap gagasan akan terlihat jelas.
tidak hanya di penuhi oleh bau mulut orang yang sama.
tidak kemudian, becampur aduk dibaui orang lain.
dan toilet ini menjadi begitu banyak kesamaan.
kurang inovasi dan minim akselerasi.

aku hanya berteriak.
mari perbaharui tolet ini.
jangan kemudian terlarut dengan bau di dalamnya.
atau sekedar terpikat dengan warna air kumur orang lain.
karena ini sungguh tak menarik.

atau mungkin kita bisa mencari toilet lain.
yang tidak menyediakan alat kumur di dalamnya.
mungkin alat lap gigi telah ditemukan sang inovator toilet itu.
mengapa kita tidak tertarik ?, dan hanya mengurung diri dengan bau toilet ini!.

aku menjadi ingin mengatakan sekali lagi.
mulut dan gigi kalian telah begitu bersih.
hingga apapun yang paling mutakhir di alam raya ini,
tak kan lagi sanggup untuk mengidentifikasinya.
dan gagasan-gagasan itu ikut tersapu dengan kegiatan yang terus kalian lakukan itu.
dan air kumur bersama itu telah terlalu bau untuk terus dibudidayakan!.

bulan itu menipu mataku

mengapa, manusia menjadi begitu suka ketika tawa memenuhi rongga perut mereka ?.
kesalahan dijadikan bahan lelucon, dan kegagalan adalah kepuasan dahaga demi dahaga untuk suatu pelecehan.

suatu waktu, aku pernah melihat.
pecahan kaca berkeping-keping, seketika setelah nampak indah.
kemudian melukai seseorang yang telah bercermin, merias diri hingga begitu baik terlihat.
mungkin dia tak sengaja memecahkannya, hingga ternoda merahnya darah.
lalu mereka terhunus serpihan-serpihan kecil, tapi begitu menyakitkan.
hingga seperti merobek hati.
lalu tawa menggema di belahan dunia lain.

dilain waktu, aku pernah melihat.
sayap-sayap indah, mengembang dari seorang bersinar.
begitu kuat asa untuk terbang lebih jauh kemudian.
mengepakkan sayap, mengarungi luasnya langit biru.
kemudian badai datang membuatnya meronta.
sekedar jatuh dikubangan, atau tersangkut di puncak pohon.
petir pun menyambar hebat.
lalu tawa menggema di belahan dunia lain.

dengan sebelah mata, aku sempat juga menyaksikan.
seorang terpleset dengan kulit pisang yang telah dimakanya.

juga seorang pembalap yang menjadi lemah.
ketika helm yang dia kenakan terlalu besar.
terlalu banyak pertimbangan keamanan.
yang akhirnya mencelakai dirinya.

sedangkan mataku yang lain menyaksikan.
seseorang tertawa puas.
sesaat setelah mendapati diri mereka menjadi iblis dihadapan kitab suci.

untuk setiap itu, dunia menjadi penuh dengan gema tawa.

padahal, hampir seluruh alam raya mengetahui.
seseorang bisa terbunuh dengan tawanya sendiri.
ketika terlalu memenuhi diri, lalu menerbangkan nyawa.
bukan ke alam tawa, tapi menebus rasa pedih orang yang dipecundangi.

atau kadang, bulan yang penuh terjal.
dilingkupi dengan lubang.
membuat kita terlena, lalu mengangungkanya.
terpedaya dengan cahaya lain yang hanya dipantulkannya.

aku menjadi ingin bercermin sebelum menghamburkan kata.
ingin merenungi diri sebelum mencaci.
ingin berburu puji tanpa henti.
tak ingin lagi melemparkan duri,
atau menyandarkan kaki di pundak orang lain.
ingin mengorbankan idealisme, untuk suatu keseimbangan.

lalu, mencabuti pisau yang telah aku lontarkan berhamburan.
hingga mengiris banyak hati disana.
dan sekedar membelai bunga yang pernah aku ludahi.
ikut menikmati gerimis,
tak hanya terpesona dengan indahnya pelangi saat gerimis atau badai telah berlalu.

sekedar berjemur di bawah terik matahari,
hingga hitam kulit dosa yang pernah ku perbuat.
terbakar, lalu terkelupas dengan sendirinya.

kesadaran akan kehadirat-Nya yang telah aku pendam.
kini menenggelamkan raga.

karena keluguan, begitu menjerumuskan.
dan melukai teman tanpa kesadaran.
mengikatkan diri pada kesengsaraan.
mencuri nirwana dari tempatnya.

Kamis, 03 April 2008

waktuku telah berlalu

siang berlalu begitu cepat tadi, dan kini malam mulai beranjak dariku. seolah tak ada yang istimewa. setelah deretan panjang dari banyak tulisan dan peristiwa memanjakanku. aku lalu kembali terasing, suatu suasana yang dahulu selalu aku cari. hingga akhirnya, saat ini tak bisa lagi aku nikmati. dan waktuku pun telah berlalu, benar-benar telah pergi. aku terlalu banyak membiarkan semua belaian ini menemaniku dibanyak kesempatan. akan tiba ruang demi ruang silih berganti menempatkanku didalamnya. sebagian gagasanku menempel erat di dindingnya. dan sebagian lagi telah luntur dimakan angin, atau ditempelkan makhluk lain di sana. walau kemudian diantara lengketnya gagasanku menjadi penuh warna dengan berjuta rasa, saat muak dan rindu ditikam bersamaan, ataupun mereka mucul di tenggang masa yang berlainan. juga diikuti kotornya jejak langkah kakiku, yang aku harap bisa menjadi ilhamku dikemudian lain. hingga saat ini terlihat begitu ramai dan menjadi sulit aku gambarkan lewat tulisan. begitu hangat dan penuh cinta, berupa perpaduan debu-debu tawa dan air mata. ketika kemudian hujan badai mengerubutinya, aku harus berlari keluar dan mengunci erat pintu diantara petir menggelegar. diantara senyum-senyum yang begitu menggoda. raut tawa dan gema wajah dia dan dia memburuku untuk sebuah pengutaraan. aku hanya menatap kosong dari lorong sempit, hingga banyak di sana, selalu memanggilku untuk mencoretkan sejarah serupa. dan aku seorang sendu sekarang, lalu meresapinya. tak bisa lagi kata menggambarkannya. karena akupun tak tahu apa yang aku gambarkan kini. hanya meyadari sesuatu yang begitu cepat berputar di kepalaku. dan sekali lagi waktuku telah berlalu.

Rabu, 02 April 2008

tontonan haram

ada apa ini ? ada apa lagi dengan Indonesia ?. negara tempat kita menjaring kehidupan, lalu mencari penghidupan dengan bekerja. negara yang selalu memanjakan kita dengan kekayaan alamnya, tempat mengenyangkan perut-perut kosong kita dan menikmati beragam kebahagiaan. dan hamparan tanah suci ini adalah tempat ketika berjuta cinta antara kita kemudian mekar.

lalu kini kita tertawa pedih di sini, di tempat kebangaan kita. ketika kebahagiaan dan cinta kita tukar dengan perselisihan dan amarah, hingga mengobarkan rasa dengki ataupun dendam. hilanglah rasa persaudaraan diantara kita, hanya sistem kepemilikan haram yang kemudian kita agungkan. ketika orang-orang saling menikam. dan indonesiapun penuh dengan darah, mengalir merah dan segar.

dua malam telah menyalipku dari tontonan berita yang saat itu aku saksikan. tapi, hingga saat ini semuanya masih begitu segar dalam ingatanku. begitu terngiang dalam nama kendari dalam dasar tengkorakku. suatu kota di tenggara sulawesi sana, yang kemudian menjadi tempat berkumpulnya kaum murka. aku saksikan layar kaca yang kemudian menjadi mencekam. wajah-wajah manusia penuh dendam dan amarah memenuhinya. sebuah serial dari pertunjukan adu kekuasaan kelompok-kelompok manusia.

darah-darah segar seolah menjadi latar atas berita yang saat itu aku saksikan. segala jenis senjata perang pun tak ingin membiarkan peristiwa itu berlalu tanpa mereka. dari bambu runcing, senjata api laras panjang dengan diameter moncong yang begitu besar hingga kendaraan besar berlapis baja yang kemudian dinamai kendaraan anti huru-hara mondar-mandir meramaikannya. sumpah-serapah dari banyak orang yang terlibat di dalamnya kemudian memekakan telingaku. dan sempurnalah pertunjukan kekejaman itu di hadapan mataku.

ketika kaum terpelajar meminta keadilan dengan orasi kasar dan pengrusakan. ketika para pendukung fanatik berkumpul untuk mengagung-agungkan idolanya dengan cara yang anarkis. dan ketika sekelompok pasukan yang dibentuk khusus untuk menjadi pengaman masyarakat berbuat lancang dan di luar batas. kemudian aku bengitu menyayangkan karena ketika demi ketika yang aku tulis itu terjadi dalam waktu bersamaan. mereka berkumpul dan membuat onar dengan kekuatan yang tak terbendung, menciptakan kericuhan berkepanjangan yang kemudian disebut konflik. dan celakanya sang kelompok pengamanan pun terlanjur ikut menjadi golongan murka itu.

sedikit pencerahan kemudian mucul. ketika suatu kelompok terpelajar lain yang selama ini diam kemudian terpanggil untuk meluruskan segala hal ini. mereka saat itu benar-benar nampak terpelajar dan arif. membuat pernyataan maaf di depan khayalak ramai, kemudian memberi himbauan untuk menghentikan segala aktivitas kekerasan yang terlibat di sana. dan akhirnya seluruh kelompok yang bertikai itu melakukan hal yang sama. dan kedamaian mulai nampak indah di depan mataku saat itu.

tapi apa yang kemudian terjadi ?. para pelopor-pelopor penghimbau jalur damai ini, lalu mendapat teror luar biasa. kemudian diketahuilah bahwa teror yang mereka dapat tak hanya dari kelompok musuh, tapi juga dari kelompoknya sendiri, yang belum puas dengan amarahnya yang belum tertuntaskan. hingga kemudian setiap golongan tersebut menjadi terpecah dua antara pengikut jalur damai dan penggemar peperangan. dan konflik pun meledak lebih hebat. dan aku menyayangkan sekali lagi karena kelompok-kelompok pencetus jalur damai pun, menjadi peserta dari kekerasan yang kemudian terjadi, mungkin karena mereka diusik dan diteror terus menerus. hingga akhirnya mereka memilih jalur bersama bernama kekerasan!. dan hingga selesainya pemberitaan itu, aku tak tahu pasti kapan semua ini akan mereda. aku pun menjadi terlanjur muak untuk semua yang aku lihat. begitu banyak darah dan kerusakan di sana, kerusakan mental, moral dan tentu saja kerugian harta benda.

karena setiap makna yang mereka perjuankan kini terlihat telah berubah arah. lalu sebenarnya apa yang mereka cari ? pengakuan ?. jika itu yang mereka cari, aku akan dengan sangat senang hati untuk melakukan aksi provokasi bagi seluruh saudara se-Indonesiaku untuk memberi pengakuan pada setiap kelompok itu. sekalipun itu berupa pengakuan baik yang bertentangan dengan hati dan jalan pikiranku. karena jujur, menurut penilaianku semuanya terlihat tak lebih dari pertunjukan anjing-anjing jalanan yang kelaparan. menggonggong kencang, berlumur najisnya air liur mereka. dan kemudian mereka bersekutu membuat peperangan hebat dengan jenis-jenis binatang jalang lainnya. memperebutkan jatah makanan mereka atas hal bernama pengakuan. kemudian pasukan malaikat lari terbirit-birit dari tempat itu, merasa enggan untuk kembali ke tempat persekutuan binatang jalang tadi, dan iblis-iblispun kemudian tertawa bangga melihatnya. lalu adakah unsur baik disana ?.