Senin, 19 Mei 2008

asap

asap-asap putih itu teman baikku, gelembung-gelembung hati nurani dan alur pikirku sering datang penuh belaian bersamanya. waktu itu tawa ku banyak, begitu banyak. sampai peluhku basah, begitu deras. asap itu tetap berhembus. saat kosong ku menuju gelap, begitu pekat. atau aku termenung di penuhi asma-Nya. asap itu tetap putih. juga saat senandung datang, atau belenggu sepi menikam. seperti itu pula adanya. lalu malamku datang, petang, siang, pagi atau apapun waktu mengikat. pekat itu tak kunjung reda.

hujan rintik-rintik, atau badai lalu-lalang. dia ikut serta, sampai terang benderang mengeringkannya. saat sibuk hariku, penat menjelang. atau kosong seperti langit terbuka luas. aku bercengkrama denganya. termasuk ketika kopiku begitu hitam, atau mulai berwarna. dari panas menuju dingin. atau jenis air penuh warna, dia bersamaku. saat banyak menggodakku atau semua menghunus nista, ada sang asap.

aku tak tahu pasti. berapa banyak oksigen berpindah kuasa oleh racun dalam darah ku. berapa banyak alveolus ku meledak, terbakar hitam olehnya. betapa sering bibirku mengering dibuatnya. betapa cepat dia menggerakkan jantungku. dan banyak betapa lain. hanya ini realita. hingga dompetku kering, dan aku tetap berharap mendapatkannya.


semoga ini bukan ode atau pemberhalaan terhadap lintingan tembakau yang penuh nikotin dan racun tar itu. hanya ada satu kepulan asap besar dan tebal telah memenuhi tengkorakku :

"if you don't smoke, don't start....
if you smoked, don't stop."
Prof. Dr. Fuad Hasan

hanya itu.
sekali lagi hingga dompetku mengering dibuatnya, aku tetap ingin mendapatkanya.

Kamis, 08 Mei 2008

music is music

beberapa hari belakangan ini, aku dipaksa mengisi dua lembar kertas penuh pertanyaan. mungkin jika dilihat sekilas, dua lembar kertas ini nampak terlihat seperti angket tentang musik. karena tema yang diangkat didalamnya adalah musik. tapi, sebenarnya dua lembar kertas itu adalah syarat demi kepentingan kami para siswa-siswi yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi untuk dapat masuk di deretan nama-nama yang terpampang di buku tahunan.

lalu aku terdiam dengan satu diantara pertanyaan didalamnya. kurang lebih bunyi pertanyaan itu seperti ini, " menurut kamu apa arti musik ?". untuk yang satu ini, aku begitu lama terdiam. begitu lama termenung menunggu ilham datang. hingga tak lama kemudian beberapa konsep timbul di kepalaku. cukup banyak memang, tapi dari sekian banyak aku mulai menyimpulkan mengenai arti musik itu sendiri. dan semakin lama, gagasan itu semakin bias. memang terlalu universal pikirku. seperti spektrum yang begitu pekat. begitu anehnya, karena semakin lekat konsep itu aku pikir semakin luas maknanya, semakin banyak juga pertimbangan yang ikut serta. tapi, begitu aku lupakan banyak diantara pertimbangan-pertimbangan itu. konsep itu semakin kecil. berubah menjadi bagian yang lebih simpel. ah, entahlah mungkin itu daya magis dari kata musik itu sendiri.

hingga diantara buih-buih pertimbangan yang ikut seta melayang ke permukaan bersama dengan lamunanku itu. banyak buih kemudian berkumpul, dan aku menuju satu hal tentang pengasosiasian orang-orang dari kata musik itu sendiri. buih-buih itu menjadi hitam, berkumpul menjadi bagian gelap. dan ternyata buih-buih itulah yang selalu muncul ke permukaan ketika orang baru saja menghampiri permukaan dari lautan kata musik itu sendiri. dari sini banyak persepsi lain yang kemudian menganggap musik itu hanya terdiri dari bagian hitam dan putih.

bagaimana ketika orang-orang menatap musik dari hal-hal tersebut. muncul kemudian buih-buih persepsi yang lebih kelam. dari situ lalu banyak yang kemudian melekat ke dalam alam lamunanku. bagaimana orang-orang berkata bahwa reggae itu ganja, rock 'n roll itu sex and drugs, triphop-house music-disco itu party-erotis-mabuk dan dance floor. funk itu rebel. rock-garage-grunge itu flanel-kotor-ngetat-rombeng-gondrong-mabuk-serampangan(anti kemapanan), rap itu kritis anarkis, juga masih banyak lagi. dan kesan tentang musisi itu telah begitu kelam kini. bahkan musik-musik british (invasion) pernah diberi label (oleh Soekarno) musik ngakngekngok.

padahal jauh dibalik buih-buih hitam yang selalu tampil dipermukaan itu. ada buih-buih lain didasar sana yang lebih terang. tapi mengapa mereka selalu tenggelam ?. bagaimana buih itu bercerita bahwa musik bisa sangat agamis (nasyid). bisa sangat religius (but now the church sings out of mighty chords). bisa menjadi alat bantu edukasi, bisa pula sebagai penyalur emosi.

betapa pula aku senang etika mendengar para musisi berkata bahwa mereka hidup dan turun ke jalan untuk musik. mereka hidup untuk musik, dan jika kemudian musik menghidupi mereka. itu merupakan aksi-reaksi dari jalur hidup mereka. walau kadang memang konsep ini diputarbalikan. hingga musik-musik orsinil, dinamis menjadi barang langka karena kelakuan banal mereka.

aku hanya bertanya kemudian, mengapa mereka begitu takut untuk menyelam atau sekedar tercebur kedalam lautan musik itu sendiri ?. apa karena buih-buih hitam yang mengapung dipermukaan itu?. tidakkah mereka tertarik dengan permata-permata di dalamnya ?. atau mengapa tak sekedar menjadi orang yang terapung diantara buih hitam dan putih itu ?. akupun sedikit ragu diantara banyak pertimbangan itu. spektrum yang tadi sangat warna-warni kini seolah hanya menjadi hitam dan putih. dan aku seperti melamunkan kepasrahan dalam spektrum yang hitam dan putih itu.

memang kemudian menjadi resiko. karena jika kita sedikit saja mencoba menceburkan gagasan dan sedikikt idealisme kita ke dalam lautan musik tersebut, walau sebatas ujung rambut sekalipun kita akan terlihat begitu menjadi kotor dengan buih-buih hitam hasil pengasosiasian orang-orang tersebut. dan tak bisa dipungkiri, persepsi masyarakat tentang seniman ataupun musisi itu seperti itu juga. hingga akhirnya aku hanya berdiri dengan satu pandanganku. bahwa 'music is music'. art is art, sex is sex, drugs is drugs and attitude is attitude. walau kadang semuanya akan membaur.

dan baru tadi aku sampaikan aspirasiku pada temanku bahwa musik itu ekspresi, musik itu essensi, musik itu edukasi. dan ah, ternyata memang terlalu banyak.