Kamis, 08 Mei 2008

music is music

beberapa hari belakangan ini, aku dipaksa mengisi dua lembar kertas penuh pertanyaan. mungkin jika dilihat sekilas, dua lembar kertas ini nampak terlihat seperti angket tentang musik. karena tema yang diangkat didalamnya adalah musik. tapi, sebenarnya dua lembar kertas itu adalah syarat demi kepentingan kami para siswa-siswi yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi untuk dapat masuk di deretan nama-nama yang terpampang di buku tahunan.

lalu aku terdiam dengan satu diantara pertanyaan didalamnya. kurang lebih bunyi pertanyaan itu seperti ini, " menurut kamu apa arti musik ?". untuk yang satu ini, aku begitu lama terdiam. begitu lama termenung menunggu ilham datang. hingga tak lama kemudian beberapa konsep timbul di kepalaku. cukup banyak memang, tapi dari sekian banyak aku mulai menyimpulkan mengenai arti musik itu sendiri. dan semakin lama, gagasan itu semakin bias. memang terlalu universal pikirku. seperti spektrum yang begitu pekat. begitu anehnya, karena semakin lekat konsep itu aku pikir semakin luas maknanya, semakin banyak juga pertimbangan yang ikut serta. tapi, begitu aku lupakan banyak diantara pertimbangan-pertimbangan itu. konsep itu semakin kecil. berubah menjadi bagian yang lebih simpel. ah, entahlah mungkin itu daya magis dari kata musik itu sendiri.

hingga diantara buih-buih pertimbangan yang ikut seta melayang ke permukaan bersama dengan lamunanku itu. banyak buih kemudian berkumpul, dan aku menuju satu hal tentang pengasosiasian orang-orang dari kata musik itu sendiri. buih-buih itu menjadi hitam, berkumpul menjadi bagian gelap. dan ternyata buih-buih itulah yang selalu muncul ke permukaan ketika orang baru saja menghampiri permukaan dari lautan kata musik itu sendiri. dari sini banyak persepsi lain yang kemudian menganggap musik itu hanya terdiri dari bagian hitam dan putih.

bagaimana ketika orang-orang menatap musik dari hal-hal tersebut. muncul kemudian buih-buih persepsi yang lebih kelam. dari situ lalu banyak yang kemudian melekat ke dalam alam lamunanku. bagaimana orang-orang berkata bahwa reggae itu ganja, rock 'n roll itu sex and drugs, triphop-house music-disco itu party-erotis-mabuk dan dance floor. funk itu rebel. rock-garage-grunge itu flanel-kotor-ngetat-rombeng-gondrong-mabuk-serampangan(anti kemapanan), rap itu kritis anarkis, juga masih banyak lagi. dan kesan tentang musisi itu telah begitu kelam kini. bahkan musik-musik british (invasion) pernah diberi label (oleh Soekarno) musik ngakngekngok.

padahal jauh dibalik buih-buih hitam yang selalu tampil dipermukaan itu. ada buih-buih lain didasar sana yang lebih terang. tapi mengapa mereka selalu tenggelam ?. bagaimana buih itu bercerita bahwa musik bisa sangat agamis (nasyid). bisa sangat religius (but now the church sings out of mighty chords). bisa menjadi alat bantu edukasi, bisa pula sebagai penyalur emosi.

betapa pula aku senang etika mendengar para musisi berkata bahwa mereka hidup dan turun ke jalan untuk musik. mereka hidup untuk musik, dan jika kemudian musik menghidupi mereka. itu merupakan aksi-reaksi dari jalur hidup mereka. walau kadang memang konsep ini diputarbalikan. hingga musik-musik orsinil, dinamis menjadi barang langka karena kelakuan banal mereka.

aku hanya bertanya kemudian, mengapa mereka begitu takut untuk menyelam atau sekedar tercebur kedalam lautan musik itu sendiri ?. apa karena buih-buih hitam yang mengapung dipermukaan itu?. tidakkah mereka tertarik dengan permata-permata di dalamnya ?. atau mengapa tak sekedar menjadi orang yang terapung diantara buih hitam dan putih itu ?. akupun sedikit ragu diantara banyak pertimbangan itu. spektrum yang tadi sangat warna-warni kini seolah hanya menjadi hitam dan putih. dan aku seperti melamunkan kepasrahan dalam spektrum yang hitam dan putih itu.

memang kemudian menjadi resiko. karena jika kita sedikit saja mencoba menceburkan gagasan dan sedikikt idealisme kita ke dalam lautan musik tersebut, walau sebatas ujung rambut sekalipun kita akan terlihat begitu menjadi kotor dengan buih-buih hitam hasil pengasosiasian orang-orang tersebut. dan tak bisa dipungkiri, persepsi masyarakat tentang seniman ataupun musisi itu seperti itu juga. hingga akhirnya aku hanya berdiri dengan satu pandanganku. bahwa 'music is music'. art is art, sex is sex, drugs is drugs and attitude is attitude. walau kadang semuanya akan membaur.

dan baru tadi aku sampaikan aspirasiku pada temanku bahwa musik itu ekspresi, musik itu essensi, musik itu edukasi. dan ah, ternyata memang terlalu banyak.

2 komentar:

sekar niti wijayanti mengatakan...

om, lagi ngisi angket yebo ya?
ketauan banget tuh..haha

garasi kata mengatakan...

sensor dikitlah..
hha.