Rabu, 09 April 2008

bulan itu menipu mataku

mengapa, manusia menjadi begitu suka ketika tawa memenuhi rongga perut mereka ?.
kesalahan dijadikan bahan lelucon, dan kegagalan adalah kepuasan dahaga demi dahaga untuk suatu pelecehan.

suatu waktu, aku pernah melihat.
pecahan kaca berkeping-keping, seketika setelah nampak indah.
kemudian melukai seseorang yang telah bercermin, merias diri hingga begitu baik terlihat.
mungkin dia tak sengaja memecahkannya, hingga ternoda merahnya darah.
lalu mereka terhunus serpihan-serpihan kecil, tapi begitu menyakitkan.
hingga seperti merobek hati.
lalu tawa menggema di belahan dunia lain.

dilain waktu, aku pernah melihat.
sayap-sayap indah, mengembang dari seorang bersinar.
begitu kuat asa untuk terbang lebih jauh kemudian.
mengepakkan sayap, mengarungi luasnya langit biru.
kemudian badai datang membuatnya meronta.
sekedar jatuh dikubangan, atau tersangkut di puncak pohon.
petir pun menyambar hebat.
lalu tawa menggema di belahan dunia lain.

dengan sebelah mata, aku sempat juga menyaksikan.
seorang terpleset dengan kulit pisang yang telah dimakanya.

juga seorang pembalap yang menjadi lemah.
ketika helm yang dia kenakan terlalu besar.
terlalu banyak pertimbangan keamanan.
yang akhirnya mencelakai dirinya.

sedangkan mataku yang lain menyaksikan.
seseorang tertawa puas.
sesaat setelah mendapati diri mereka menjadi iblis dihadapan kitab suci.

untuk setiap itu, dunia menjadi penuh dengan gema tawa.

padahal, hampir seluruh alam raya mengetahui.
seseorang bisa terbunuh dengan tawanya sendiri.
ketika terlalu memenuhi diri, lalu menerbangkan nyawa.
bukan ke alam tawa, tapi menebus rasa pedih orang yang dipecundangi.

atau kadang, bulan yang penuh terjal.
dilingkupi dengan lubang.
membuat kita terlena, lalu mengangungkanya.
terpedaya dengan cahaya lain yang hanya dipantulkannya.

aku menjadi ingin bercermin sebelum menghamburkan kata.
ingin merenungi diri sebelum mencaci.
ingin berburu puji tanpa henti.
tak ingin lagi melemparkan duri,
atau menyandarkan kaki di pundak orang lain.
ingin mengorbankan idealisme, untuk suatu keseimbangan.

lalu, mencabuti pisau yang telah aku lontarkan berhamburan.
hingga mengiris banyak hati disana.
dan sekedar membelai bunga yang pernah aku ludahi.
ikut menikmati gerimis,
tak hanya terpesona dengan indahnya pelangi saat gerimis atau badai telah berlalu.

sekedar berjemur di bawah terik matahari,
hingga hitam kulit dosa yang pernah ku perbuat.
terbakar, lalu terkelupas dengan sendirinya.

kesadaran akan kehadirat-Nya yang telah aku pendam.
kini menenggelamkan raga.

karena keluguan, begitu menjerumuskan.
dan melukai teman tanpa kesadaran.
mengikatkan diri pada kesengsaraan.
mencuri nirwana dari tempatnya.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

aku ingin bertanya
adakah selingan tawa lainnya yang dapat menggantikan selingan tawa dari kesalahan atau kegagalan atau mungkin kelemahan orang lain?

tidak ingin melakukan kesalah yang sama
bercermin setiap hari atas apa yang dilakukan
tidak ada yang ingin menjauhkan nirwana
dapatkah semuanya menjadi sempurna?!

garasi kata mengatakan...

semoga saja, semua kemungkinan itu begitu aku harapkan.
dan mungkin bisa kita dapatkan kelak.

dikehidupan berikutnya,semoga.