Sabtu, 23 November 2013

Apakah Kita Bekerja untuk Uang atau Kemuliaan ?


Dari seseorang bernama Mr. Surya
top management IT Departement perusahaan lamaku
saat undian LoVE (Leader on Value Enhancement)
meminta buah sudut pandangnya
beliau mengkisahkan ini di ujung penanya
dan menurut saya
"ini bacaan untuk orang indonesia"
untuk setiap pekerjaan yang kita lakukan
Selamat membaca :)


Saya baru selesai check in di sebuah bandara di Kalimantan. Karena masih banyak waktu sebelum boarding maka saya tidak langsung menuju ke ruang tunggu. Saya lebih suka memilih duduk di jejeran kursi yang disediakan di ruang check-in. Dari kursi itu saya bisa memperhatikan orang-orang berlalu-lalang. Mereka datang dari pintu gerbang. Lalu menuju ke meja petugas sambil membawa barang-barang. Setelah semua barang dikemasi untuk m


Dari ratusan orang yang saya perhatikan, ada satu orang yang menyita banyak perhatian. Orang itu bukan penumpang. Melainkan petugas bandara yang sedang bekerja melayani mereka. Ada banyak orang yang bertugas. Namun, mengapa hanya orang itu yang menyedot begitu banyak rasa ingin tahu saya? Usianya tidak muda lagi. Mungkin sudah lebih dari lima puluh tahun. Tubuhnya agak membungkuk. Posturnya tidak terlalu tinggi. Raut wajahnya jelas sekali menunjukkan kalau bapak tua itu tidak memegang jabatan bergengsi.


Saya mengamati bahwa dia memperhatikan setiap calon penumpang yang datang. Di antara mereka ada yang menggunakan jasa porter dan banyak yang tidak. Beliau sendiri bukan porter karena tidak mengenakan seragam porter. Bapak tua itu memakai seragam yang sama dengan petugas bandara lain, lengkap dengan kartu identitas yang menggantung didadanya. Kemudian, saya memperhatikan bahwa dia menandai calon penumpang yang sudah tua atau ibu-ibu yang membawa banyak barang.


Lantas, apa yang dilakukannya kemudian? Setiap kali ada calon penumpang lanjut usia, dia segera berlari dan membantu membawakan barang-barang bawaannya. Demikian pula jika ada ibu-ibu yang kerepotan membawa berbagai macam tas dan bungkusan. Beliau menghampiri, lalu membawa mereka ke konter check-in dan mengangkatkan barang-barang ke belt setelah selesai lalu dia pergi meninggalkannya, kemudian mencari calon penumpang lain yang akan diperlakukannya dengan cara yang sama.


Jika Anda berada dibandara dan tidak ingin menggunakan jasa porter. Entah karena Anda masih bisa mengangkat barang sendiri atau memang Anda sedang berhemat. Kemudian ada orang yang nyelonong mencoba membantu membawakan barang-barang itu ketika check-in, apakah Anda langsung menerimanya dengan lapang dada? Atau Anda menolaknya karena mengira dia menginginkan uang Anda?


Percayalah, beberapa calon penumpang berusaha menolak dan tak sedikit memandang dengan penuh curiga. Bahkan sekalipun dia sendiri kerepotan membawa barang-barangnya sendirian. Namun, kebanyakan dari mereka tidak bisa menolak usaha yang pak tua itu lakukan. Bisa Anda bayangkan betapa kesal hati calon penumpang itu kepadanya.


Setelah selesai check-in, mereka harus meralat penilaian buruknya kepada bapak berusia senja itu. Ternyata setelah memberikan pertolongan itu, dia tidak meminta bayaran. Bahkan dia sudah pergi mencari calon penumpang lain yang perlu bantuan, sebelum orang yang dibantunya tadi menyadari kepergiannya.


Kemungkinan besar pekerjaan kita saat ini lebih baik daripada pekerjaan pak tua dibandara itu. Namun, dalam soal dedikasi mungkin kita perlu belajar banyak kepadanya. Bahkan ketika orang-orang yang dilayaninya memandang dengan pikiran penuh kecurigaan, dia tetap menjalankan tugasnya untuk memudahkan urusan mereka. Ketika selesai melayani seseorang, dia mencari orang lain untuk dilayani. Dia tahu sebenarnya orang-orang itu membutuhkan pertolongan. Namun, mereka memiliki alasan tersendiri untuk tidak meminta bantuan. Dia juga tahu orang-orang itu tidak ingin mengeluarkan uang tambahan. Dia tahu bahwa kecurigaan serta ketakutan mereka dapat disembuhkan dengan cara menyingkir tepat setelah melayani mereka. Sehingga ketika selesai check-in, mereka menyadari bahwa untuk mendapatkan pelayanan ekstra itu tidak harus mengeluarkan uang sepeser-pun.


Masih di bandara. Namun, kali ini terjadi di tempat yang berbeda di sebuah bandara yang lebih besar di pusat kota. Saya baru saja mendarat. Setelah berhasil mendapatkan kembali bagasi di belt yang disediakan, saya bergegas keluar menuju tempat parkir.


Dalam perjalanan ke tempat parkir ada yang membuntuti saya. Oleh karenanya, saya bersiaga untuk berbagai kemungkinan. Ketika tiba di mobil yang terparkir, saya membuka bagasi. Lalu saat hendak menaikkan barang-barang dari trolly, seseorang mengulurkan tangan dan membantu menaikkan barang-barang saya.


Saya bilang, “Terima kasih Pak. Tidak usah, saya bisa melakukannya sendiri.” Barang bawaan saya memang tidak banyak. Hanya satu tas berisi pakaian. Satu tas berisi laptop dan satu bungkusan kecil berisi oleh-oleh. Namun, kesungguhan orang itu untuk menolong saya tidak surut. Bahkan, dia tidak segan untuk “menggotong” tas kecil yang sudah berada dalam genggaman tangan saya. Lalu, membantu saya menaikkannya ke dalam bagasi. Seolah kami tengah mengangkat benda yang berat saja. Setelah itu, saya mengucapkan terima kasih atas kebaikannya. Lalu, menghidupkan mesin mobil.


Tahukah Anda apa yang terjadi kemudian? Orang itu tidak beranjak dari tempatnya. Kemudian, sebuah kalimat meluncur dari mulutnya. Mengertilah saya bahwa dia tidak akan beranjak sebelum saya mengeluarkan uang.


Hari ini, saya bertemu dengan dua jenis manusia yang berada di dua bandara berbeda. Orang yang satu diusia senjanya bekerja dengan cara tidak memaksa. Sementara yang satu lagi masih muda. Namun, seperti yang saya katakan, saya tidak mengerti nilai tambah yang telah diberikan kepada saya yang harus membayarnya dengan setengah terpaksa.


Mereka yang bekerja semata-mata untuk uang sering terkecoh. Mereka mengira uang adalah satu-satunya imbalan yang pantas didapatkan untuk setiap pekerjaan yang dilakukan. Makanya, tidak jarang demi uang mereka bersedia mengorbankan kehormatan. Faktanya, tidak sedikit orang yang mendapat banyak uang tetapi tidak melalui cara yang terhormat. Bahkan tidak sedikit yang menggerogoti keuangan perusahaan dengan beragam muslihat dan tipu daya. Banyak juga yang memeras para pemasok barang atau penyedia jasa. Padahal, setiap rupiah yang mereka terima akan diperhitungkan sebagai biaya. Hanya kelihatannya saja uang itu milik vendor atau penyedia jasa. Padahal, semuanya merupakan beban yang harus dihitung dan ditanggung perusahaan.


Sebaliknya, bapak tua tadi mengingatkan kita bahwa nilai dari pekerjaan yang kita lakukan jauh melampaui sejumlah uang. Benar kita membutuhkan uang. Namun, kita hanya berhak menerima sejumlah uang yang memang pantas kita dapatkan. Uang tidak lebih dari pengganti tenaga yang dikeluarkan, waktu yang dialokasikan, atau upaya yang dilakukan. Sebab, seperti pernah dikatakan oleh Orangtua saya bahwa transaksi paling menguntungkan adalah yang kita buat dengan Tuhan. Sebab, bagi mereka yang bekerja dengan setulus hati, Tuhan menjanjikan imbalan yang jauh lebih bernilai dari sekedar uang. Dia menyediakan kemuliaan.


Itulah sebabnya, mengapa orang-orang bekerja dengan tulus dan jujur dicintai oleh majikan, disukai teman, dan disayangi pelanggan. Mereka menjadi manusia yang mulia dimata orang-orang yang ada disekitarnya. Sebab, bekerja secara tulus dan jujur tidak hanya menghasilkan uang. Melainkan menghiasi pribadi sang pemiliknya dengan Kemuliaan.


Oleh karenanya, pantaslah Tuhan berfirman, “Dan hanya kepada
Tuhanmulah, Hendaknya kalian meminta pengharapan...”
Sekarang kita bisa mengerti, mengapa orang-orang yang tulus
tidak pernah kehilangan harapan.Karena selain mendapatkan imbalan berupa uang yang sepadan,Mereka juga dijamin oleh Tuhan untuk mendapatkan kemuliaan



Tidak ada komentar: